Pengecetan ulang ini juga sebagai bagian dari cara memperingati HUT ke-75 RI. Heru Budi Hartono mengatakan bahwa anggaran pengecetan pesawat tersebut mencapai Rp2 miliar.
Cara memperingati HUT RI dengan menghabiskan anggaran sebesar 2 miliar rupiah ini perlu dikritik. Ya, walau angka 2 miliar tidak sebanding dengan dana total Pemulihan Ekonomi Nasional 2020-2021 yang sudah sebesar 984 triliun (679 triliun per September 2020 dan 305 triliun per Agustus), pilihan waktu pengecetan yang tidak tepat, di tengah situasi ekonomi Covid-19 yang lagi terpuruk, menjadikan inisiatif ini sebuah pemborosan belaka.
Senator dari Provinsi NTT, Angelius Wake Kako, turut menjadi bagian dari deretan tokoh publik yang mengritisi hal ini. "Bagi saya pemerintah memang sudah kehilangan sense of crisis. Di tengah situasi masyarakat yang terhimpit oleh beban ekonomi, kok pusat malah membuang anggaran. Apa urgensi pesawat Kepresidenan diganti cat menjadi merah-putih? Kalau catnya berubah apa ekonomi rakyat membaik? Kan tidak!", ujar Angelius.
Angelius juga mengritisi bahwa kita kerap terjebak pada nasionalisme semu yang hanya berbasis "ritual" atau "tampilan". Baginya, kalau ingin memberikan kado ultah terbaik di bulan Kemerdekaan ini, pemerintah harus rapikan birokrasi dan komunikasi agar pengendalian virus Covid-19 dapat teratasi. Angelius menjelaskan lagi bahwa pemborosan anggaran sebesar 2 miliar ini jadi ironi di tengah kuatnya tekanan Pusat agar Pemerintah Daerah bertindak cepat dan efisien dalam merealisasikan anggaran.
"Selama ini Pusat tekan Pemerintah Daerah untuk berkinerja baik dalam realisasi anggaran. Tapi kok malah Pusat sekarang yang membuang-buang anggaran. Ini baru yang kelihatan. Jangan sampai selama ini banyak pemborosan juga yang tidak terendus", kata Angelius. Angelius menerangkan bahwa dalam penelusurannya di daerah, banyak Nakes yang mengeluh belum dapat insentif. Banyak juga masyarakat yang meninggal saat isoman. Di luar Jawa-Bali, masyarakat terkendala ikut vaksin karena pasokan minim.
"Ini kan tanda ya bahwa situasi kita sedang tidak baik-baik saja. Maka pusat harap stop melakukan aksi yang tidak penting di tengah situasi yang masih genting ini", tegas Angelius. Memperbaiki fasilitas Presiden di tengah situasi masyarakat yang sedang susah bukan keputusan yang tepat. Apalagi Presiden cukup jarang melakukan perjalanan ke daerah-daerah atau luar negeri.
Dari keputusan yang tergolong blunder ini dapat dikatakan bahwa pemerintah sedang kehilangan sense of crisis. Kalaupun ada, barangkali kepekaannya sedikit dan cepat puas dengan kinerja yang telah dilakukan. Pusat mestinya menjadi teladan. Jangan hanya tahu tekan pemerintah daerah. Tetapi kepemimpinan nasional masih buruk di sana-sini, baik di level birokrasi, maupun komunikasi.