Faktanews.id - Skeptisisme yang fundamental, melahirkan sikap agnostik. Agnostik yang fundamentalistik, menyebabkan atheistik.
Untuk meringkas tulisan ini, kami berasumsi istilah-istilah diatas telah dipahami dalam perspektif filsafat. Kami lalui penjelasan terminologi tersebut, dan langsung pada pertanyaan apa sebab timbulnya sikap agnostik dan atheistik, yang tiada lain disebabkan karena faktor kebingungan. Hal tersebut pasti akan terjadi kepada mereka yang mencoba mencari tahu tentang keberadaan zat tuhan melalui benda-benda, atau materi. Sebab Tuhan bukanlah materi. Bukankah Tuhan sendiri yang menganjurkan agar kita mempelajari penciptaan langit dan bumi, agar dengan itu kita bertambah 'yakin' bahwa benar Tuhan ada, sebagai yang menciptakan semua hal? Betul, namun justru disinilah tantangan itu bermula.
Skeptisisme dan Ignoramus.
Skeptisisme adalah titik beranjak para filosof, sementara ignoramus adalah titik beranjak para saintist. Masing-masing melalui keduanya itulah filsafat maupun sains mengalami perkembangannya. Melalui perangkat sains, para ilmuan meneliti benda-benda yang terinderai, baik secara langsung maupun dengan memanfaatkan bantuan teknology. Kesimpulan yang diperoleh, seperti yang telah kita ketahui alam semesta ini berkembang secara evolusioner, dalam hukum-hukum fisika, maupun biomolekuler secara terus menerus, dan terlibat konflik satu sama lain, dimana yang kuat mengalahkan yang lemah (survival of the fittest). Sama sekali tidak ditemukan adanya campur tangan "yang gaib" dalam hukum-hukum alam, dan semuanya berlangsung melalui proses seleksi alam. Sampai sains itu, benar adanya, berdasarkan variable-variable saintifik. Namun ketika sains mencoba merambah kewilayah asal muasal terciptanya materi, sains bertemu dengan apa yang disebut sebagai dark Matter, dengan potensi dark energy yang menguasai hingga 72 persen dari totalitas semesta alam. Dan itu tidak dapat diobeservasi, atau setidaknya hingga saat ini belum dapat di observasi oleh para ilmuan. Dengan kata lain, hanya terdapat 23 persen dari benda-benda materi yang memungkinkan ei observasi, dan itupun masih teramat sedikit yang telah di observasi. Kita ambil contoh misalnya makhkuk hidup di bumi, seberapa banyak sih yang telah di observasi oleh para saintist? Amat sedikit yang telah diobservasi. Oleh sebab itu, mengambil kesimpulan berdasarkan data yang amat sedikit, sesungguhnya faktor kekeliruan terbesar yang telah dilakukan oleh mereka yang mengatakan diri sebagai atheis.
Mari kita simak bagaimana firman Allah dalam al-Quran surah At-Taghabun (Untung Rugi) ayat 1-4 berikut ini:
يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (1) هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (2) خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ بِالْحَقِّ وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ (3) يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُسِرُّونَ وَمَا تُعْلِنُونَ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (4) }
"Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang di langit dan bumi; hanya Allah-lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua puji-pujian; dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. *Dialah yang menciptakan kamu, maka di antara kamu ada yang kafir dan ada yang beriman. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar, Dia membentuk rupamu dan dibaguskan-Nya rupamu itu, dan hanya kepada-Nyalah kembali(mu)*. Dia mengetahui apa yang ada di langit dan bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati."
Pada ayat 2-3 (yang kami fokuskan) memberitahu kita bahwa memang manusia yang melakukan observasi terhadap penciptaan alam semesta itu akan terbelah menjadi dua kelompok. Kelompok yang mengingkari adanya penciptaan alam, dan kelompok yang menerima bahwa alam semesta itu diciptakan.
Para ilmuan, baik yang menerima atau menolak teori penciptaan sesungguhnya memiliki pendekatan saintifik yang sama. Perbedaan terjadi pada mereka yang mengajukan pertanyaan; dan yang tidak mengajukan pertanyaan, tentang apa maksud dan tujuan penciptaan. Mereka yang bertanya apa tujuan benda-benda diciptakan, adalah mereka yang berangkat dari keyakinan bahwa alam semesta diciptakan dan sebagai ilmuan, mereka fokus mencari tahu apa guna sesuatu itu diciptakan. Kelompok ilmuwan seperti ini tidak akan mengalami agnotisisme, atau sampai mengalami atheistik. Namun, bagi mereka yang tidak mengajukan pertanyaan tentang maksud dan tujuan penciptaan, mereka berasumsi bahwa benda benda itu ada tanpa maksud dan tujuan.
Al-quran yang kami kutip diatas, diawali dengan ayat, bahwa segala apa yang ada dilangit dan dibumi (universe) memiliki kesadaran ketuhanan. Mereka bertasbih memuji kebesaran Allah yang telah menciptakannya. Inilah basis dari para ilmuan yang beriman. Sementara mereka yang tidak beriman, tidak percaya akan hal ini, dan itulah yang terjadi kepada para ilmuan yang terjebak dalam agnotisisme atau pada level fundamental menjadi atheistik.
Jadi sangat tipis perbedaannya. Namun menghasilkan jarak yang sangat jauh, antara mereka yang memiliki keyakinan bahwa alam diciptakan, dan oleh sebab itu memiliki tujuan, dengan mereka yang memiliki keyakinan bahwa alam tidak diciptakan dan oleh sebab itu tidak memiliki tujuan.
Dengan demikian, al-Quran memberitahu kita bahwa untuk menghindari kita terjebak menjadi agnostik atau atheistik ketika mempelajari alam semesta, mesti menanamkan keyakinan bahwa setiap benda-benda diciptakan memiliki tujuan, dan mereka semuanya sedang bergerak menuju tujuannya masing-masing. Demikianlah semestinya yang dilakukan oleh para saintist.
Oleh: Hasanuddin
Penulis tinggal di Depok, Jawa Barat
Komentar Anda