(Airin Rachmi Diany) |
Dibawah Airin, wajah Tangsel memang berubah sejak sepuluh tahun terakhir. Terutama pembangunan rumah sakit, Sekolah Dasar (SD) dan infrastruktur jalan yang sebagian sudah mulai dilebarin. Namun, sejauh ini, prestasi Airin sebagai walikota Tangsel tak begitu menonjol. Setidaknya menurut persepsi publik. Oleh rakyat dianggap biasa-biasa saja. Mungkin karena Airin tak berhasil membangun identitas dan image khusus bagi Tangsel sebagai kota yang berbeda dari yang lain. Kalau ditanya Tangsel itu kota apa? Orang hanya akan menjawab kota di selatan Jakarta. Beda dengan Jogja sebagai kota pendidikan. Batu sebagai kota wisata. Atau yang lain.
Pembangunan infrastruktur yang sedianya menjadi andalan Airin masih banyak menyisakan masalah. Bumi Serpong Damai (BSD) dan Bintaro memang telah menunjukkan wajah metropolis. Maklum, ada raksasa-raksasa pengembang yang hadir disana. Sinarmas Land Group, PT. Sumarecon Agung tbk, PT. Alam Sutera Reality tbk, dan PT. Jaya Real Property tbk, sedang berbisnis besar-besaran di BSD dan Bintaro. Pembangunannya sudah relatif rapi sebelum pemekaran Tangerang dan sebelum Airin jadi walikota.
Sementara pembangunan infrastruktur jalan di luar BSD dan Bintaro seperti kecamatan Ciputat, Pamulang, Pondok Aren dan Setu, hampir tak ada yang tuntas. Bedanya dengan BSD dan Bintaro, ibarat kota metropolis berbanding secara kontras dengan daerah perkampungan. Empat kecamatan berdekatan itu jauh tertinggal, meski Airin sudah dua periode menjabat.
Lihat Jalur utama Pamulang-Muncul belum juga tuntas. Masih ada jalan menyempit di depan kantor PLN, depan perumahan Vila Dago. Bertahun-tahun seperti tak terselesaikan. Jalur BSD-Ciputat pembebasan tanahnnya baru separo. Di depan kantor Kelurahan Pamulang Timur, hanya beberapa meter dilebarkan jalannya. Dan justru menimbulkan kemacetan lebih parah dari sebelumnya karena dipakai untuk jualan oleh belasan pedagang kaki lima setiap jelang malam. Gak ubahnya seperti pasar malam. Ini diduga rltwrkait soal project recehan dan bagi-bagi setoran. Entah kepada siapa.
Begitu juga jalan Pamulang-Ciputat, tak juga tuntas pelebarannya. Selain juga Pamulang-Pondok Cabe malah hampir tak tersentuh. Pembangunan yang lambat ini membuat jalan-jalan di Tangsel semakin hari makin macet. Itu sebagian tanggung jawab provinsi! Betul. Apakah layak itu untuk jadi alasan mengingat banyak hal yang bisa dilakukan oleh walikota Tangsel.
Hampir di setiap belokan, pertigaan dan perempatan, ada "pasukan gopek". Satu sisi dibutuhkan mengingat tingkat kedisiplinan dan budaya ngantri bangsa ini sangat memprihatinkan. Sehingga butuh kehadiran "pasukan gopek". Tapi, tak semua belokan butuh mereka. Malah terkadang, adanya "pasukan gopek" justru bikin tambah macet. Ada Jalur yang ditutup polisi, dibuka oleh mereka dan mereka cari gopean di situ. Ini justru jadi biang kemacetan seperti yang terjadi di dekat kantor Polsek Ciputat. Polisi sudah bener menutup jalur belokan setelah dikalkulasi tingkat kemacetannya. Eh, malah dibuka oleh "pasukan gopek". Soal "pasukan gopek" di Tangsel termasuk paling parah. Mungkin sama parahnya dengan Bekasi.
Pembangunan infrastruktur di Tangsel memang serba tanggung dan masih banyak kesemerawutan. Terutama di empat kecamatan yaitu Ciputat, Pamulang, Pondok Aren dan Setu.
Belum lagi kalau kita lihat pasar tradisional Ciputat. Jalan Raya hanya disisakan satu mobil. Hampir separo jalan dipakai pedagang kaki lima. Kotor, macet dan semerawut sudah barang pasti. Tak ada satpol PP hadir disana. Entah kepada siapa para pedagang itu sewa lahan dan bayar setoran. Hal yang sama juga terjadi di pasar Jombang Ciputat, dekat stasiun kereta api. Untung Airin bukan gubernur Jakarta, pasti akan dibully habis!
Yang unik, atau bahkan aneh adalah pembangunan beberapa jembatan penyeberangan. Di Ciputat misalnya. Di depan kampus UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, dimana disitu menjadi pusat lalu lalang orang menyeberang karena ada kampus UIN, kampus IIQ, rumah sakit, dua kantor Bank yaitu BNI dan Mandiri, dan juga masjid, tapi gak ada jembatan penyeberangan. Padahal puluhan ribu orang setiap hari menyeberang. Tapi yang unik, sekitar 100-200 meter sebelah selatan kampus UIN itu dibangun jembatan penyeberangan. Dibangun di tempat sepi, dan hampir tak ada satupun orang menyeberang setiap harinya. Sudah bertahan-tahun jembatan penyeberangan itu gak berfungsi. Apakah jembatan itu memang disiapkan untuk penyeberangan makhluk halus? Jin dan lelembut? Nah, kalau itu tujuannya, ya sudah.
Konon ada yang cerita (perlu klarifikasi) bahwa jembatan penyeberangan di dekat kampus UIN Syarif Hidayatullah Ciputat itu dibangun di depan tanah yang rencananya akan dibangun mall. Tapi lantaran tanah itu sengketa, dan di pengadilan dimenangkan oleh UIN, maka tak jadi dibangun mall. Tapi, jembatan penyeberangannya sudah terlanjur dibangun duluan. Sesuai aturan, atau sesuai pesanan? Kalau pesanan, siapa yang mesan? Begitulah warga Tangsel bertanya-tanya.
Begitu juga jembatan penyeberangan di depan kantor kecamatan Pamulang yang menghubungkan antara kantor, masjid jami' dan pusat perdagangan. Sempat dibangun tiangnya, tapi entah kenapa sampai sekarang setelah bertahun-tahun masih tetap hanya berupa tiang. Mirip tugu peninggalan purbakala yang dijadikan cagar budaya. Apa mungkin mau menyaingi Candi Borobudur?
Jika Airin ingin landing dan pensiun dengan nama baik, hal-hal seperti di atas mesti dituntaskan. Sehingga tidak merusak citra dan menutupi hasil prestasinya yang dibangun selama ini. Ini sekaligus bisa jadi poin positif jika Airin ada hasrat ingin melanjutkan karir politiknya sebagai gubernur atau lebih tinggi lagi. Masih ada beberapa bulan tersisa untuk menertibkan kesemerawutan kota Tangsel itu. Terutama di Kecamatan Ciputat, Pamulang, Pondok Aren dan Setu. Warga Tangsel tentu sangat berharap bahwa wajah Tangsel bisa secantik walikotanya.
Oleh: Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa